Senin, 25 Januari 2016

FALSIFIKASIONISME DAN PEMIKIRAN KARL R. POPPER (Profil dan Pemikirannya)

FALSIFIKASIONISME DAN PEMIKIRAN KARL R. POPPER
(Profil dan Pemikirannya)


https://wongnu.files.wordpress.com/2011/10/0-tugas-pak-makmun-hari-ini_odt_745e7e331.png

MAKALAH
Mata Kuliah: Filsafat Ilmu


Dosen Pengampu
Prof. Dr. H. Maragustam Siregar, MA.


Disusun Oleh:
Turhadi             (NIM. 015.10.09.1486)
M. Miftah Murtadlo     (NIM. 015.10.09.1487)



PROGRAM PASCASARJANA S2
MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA
SURAKARTA
2015 BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Menurut sejarah perkembangannya filsafat sejak zaman pra-Yunani hingga sekarang ini, telah banyak aliran filsafat yang bermunculan. Setiap aliran filsafat itu memiliki kekhasan masing-masing, sesuai dengan metode yang dijalankan dalam rangka memperoleh kebenaran. Kecenderungan setiap aliran filsafat dalam mencanangkan metodenya masing-masing sebagai satu-satunya cara yang paling tepat untuk berfilsafat, menimbulkan pertentangan yang sengit di antara para penganut berbagai aliran filsafat tersebut.
Setiap pembawa teori kebenaran berusaha untuk membuatnya benar-benar valid dan terpakai oleh zaman, namun hal itu tidak berjalan dengan sepenuhnya mulus, banyak tantangan, kritikan, dan hambatan meskipun tidak sedikit pula yang berhasil meyakinkan orang lain dan mendapat pengakuan.
Namun, pembentukan sebuah kebenaran tentu tidak mudah dan harus melalui sebuah proses yang pada tataran praktisnya selalu dibenturkan dengan realitas pada tesis–antitesis, aksi-reaksi dan konstruksi-rekonstruksi atau dekonstruksi, oleh karena itu kebenaran akan selalu menjadi kebenaran sementara.
Untuk mencapai suatu kebenaran ilmiah, pada umumnya sebuah penelitian harus melalui serangkaian langkah-langkah yang telah dirancang dan diakhiri dengan uji verifikasi, yang sangat menarik adalah dalam memahami, menanggapi
dan mencari kebenaran ilmiah banyak menimbulkan metodologis yang ditempuh, seperti yang sudah kita pahami bersama, banyak bermunculan faham atau metodologi dalam penelitian ilmiah seperti ada faham realisme, empirisme, positivisme, falsifikasionalisme dan sebagainya. Antara metode yang satu dengan yang lainnya terdapat perbedaan. Dari sekian metodologi yang ada, pada kesempatan ini penulis memfokuskan bahasan pada metodologi falsifikasionisme yang dikemukakan oleh Karl Raimund Popper.

  1. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan antara lain sebagai berikut:
  1. Bagaiman profil karl Raimun Popper ?
  2. Apa pengertian dari falsifikasionisme?
  3. Bagaimana pemikiran karl Raimun Popper?

  1. Rumusan Masalah
Sesuai dengan rumusan masalah di atas,  maka tujuan pembahasan dan penulisan makalah ini hendak mencapai hal-hal sebagai berikut:
  1. Untuk mengetahui bagaiman profil karl Raimun Popper ?
  2. Untuk mengetahui apa pengertian dari falsifikasionisme?
  3. Untuk mengetahui bagaimana pemikiran karl Raimun Popper?

BAB II
PEMBAHASAN
  1. Biografi Karl Raimund Popper
Karl Raimund Popper dilahirkan pada 28 Juli 1902 di Wina, yang pada waktu itu diklaim sebagai pusat kebudayaan dunia Barat. Ayahnya, Dr. Simon Siegmund Carl Popper, seorang Yahudi yang membawanya pada suasana yang belakangan ia lukiskan sebagai “sangat kebuku-bukuan” (decidedly bookish). Ayahnya bekerja sebagai pengacara profesional, tapi dia juga tertarik pada karya-karya sastra Yunani-Romawi Kuno dan filsafat, serta menginformasikan kepada anaknya minat pada masalah sosial dan politik yang lepas dari dirinya. Ibunya menanamkan ketertarikan pada musik, hingga dia sempat ingin mengambil karir di bidang ini dan sungguh-sungguh pada awalnya memilih sejarah music sebagai subjek kedua untuk ujian Ph. D.
Kemudian, kecintaanya terhadap musik menjadi kekuatan inspiratif dalam membangun pemikiran dan originalitas interpretasi antara dogmatis dan pemikiran kritis, kontribusinya dalam pembedaan objektifitas dan subjektivias, dan yang sangat penting, menumbuhkan perlawanan terhadap segala bentuk historisisme, termasuk ide-ide sejarawan tentang sifat alami “progresif” pada music. Karl muda menghadiri Realgymnasium lokal, dimana ia merasa tidak senang dengan standar pengajaran, dan setelah sakit yang membuatnya tinggal di rumah beberapa bulan, dia masuk University of Wina pada tahun 1918. Bagaimanapun, dia tidak mendaftar secara formal di Universitas dengan mengambil pengujian matrikulasi 4 tahun yang lain. Baru pada tahun 1922 ia diterima sebagai mahasiswa di sana. 1919 adalah tahun kehormatan formatif penting dalam kehidupan intelektualnya. Pada tahun itu, dia melibatkan diri dalam politik sayap kiri, bergabung dengan Association of Socialist School Students dan menjadi Marxis pada saat itu.
Bagaimanapun, dia dengan cepat kemudian dikecewakan oleh karakter doktriner dan segera meninggalkan hal itu seluruhnya. Setelah perang dunia I dimana begitu banyak penindasan dan pembunuhan maka Popper terdorong untuk menulis sebuah karangan tentang kebebasan. Dan diusia 17 tahun ia menjadi anti Marxis karena kekecewaannya pada pendapat yang menghalalkan “segala cara” dalam melakukan revolusi termasuk pengorbanan jiwa. Dimana pada saat itu terjadi pembantaian pemuda yang beraliran sosialis dan komunis dan banyak dari teman-temannya yang terbunuh. Dan sejak saat itu ia menarik suatu kebijaksanaan yang diungkapkan oleh Socrates yaitu “Saya tahu bahwa saya tidak tahu”, dan dari sini ia menyadari dengan sungguh-sungguh perbedaan antara pemikiran dogmatis dan kritis.
Dia juga menemukan Teori Psikoanalisis Freud dan Adler ( hal ini terkait dengan aktivitasnya dalam kerja sosial dengan anak-anak yang serba kekurangan), dan terpesona mendengar kuliah yang diberikan Einstein di Vienna tentang teori relativitas (relativity theory). Kekuasaan semangat kritik pada Einstein dan kekurangan total pada Marx, Freud dan Adler, menyerang Popper sebagai kehadiran yang sangat penting: yang belakangan dia kembali berpikir, meletakkan teori-teori mereka dalam term-term yang bersedia untuk dikonfirmasi, sedangkan teori Einstein, dengan susah payah, memiliki implikasi yang dapat diuji, jika salah, teori itu bisa difalsifikasi.
Salah satu peristiwa yang mempengaruhi perkembangan intelektual Popper dalam filsafatnya adalah dengan tumbangnya teaori Newton dengan munculnya Teori tentang gaya berat dan kosmologi baru yang dikemukakan oleh Einstein. Dimana Popper terkesan dengan ungkapan Einstein yang mengatakan bahwa teorinya tak dapat dipertahankan kalau gagal dalm tes tertentu, dan ini sangat berlainan sekali dengan sikap kaum Marxis yang dogmatis dan selalu mencari verifikasi terhadap teori-teori kesayangannya. Dari peristiwa ini Popper menyimpulkan bahwa sikap ilmiah adalah sikap kritis yang tidak mencari pembenaran-pembenaran melainkan tes yang krusial berupa pengujian yang dapat menyangkal teori yang diujinya, meskipun tak pernah dapat meneguhkannya.
Dalam perkembangan selanjutnya ia banyak menulis buku-buku yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan epistemologi, dan sampai pada bukunya yang berjudul Logik der Forschung, ia mengatakan bahwa pengetahuan tumbuh lewat percobaan dan pembuangan kesalahan. Dan terus berkembang sampai karyanya yang berjudul The Open Society and Its Enemies, dalam karyanya ini Popper mengungkapkan bahwa arti terbaik “akal” dan “masuk akal” adalah keterbukaan terhadap kritik, kesediaan untuk dikritik dan keinginan untuk mengkritik diri sendiri.
Dari sini Popper menarik kesimpulan bahwa menghadapkan teori-teori pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya adalan satu-satunya cara yang tepat untuk mengujinya dan juga satu-satunya cara yang menungkinkan ilmu pengetahuan bisa berkembang terus menerus. Dan dengan adanya kemungkinan untuk menguji teori tentang ketidakbenarannya berarti teori itu terbuka untuk di kritik dan ia memunculkan apa yang dinamakan Rasionalisme kritis. Demikianlah sekelumit kehidupan Karl Raimund Popper yang meninggal dunia pada tahun 1994.
  1. Karya-karya Filsafat Karl Raimund Popper
Dalam dan melalui dunia keilmuan yang digelutinya, Popper banyak menghasilkan karya-karya ilmiah yang menjadi wacana bagi para ilmuwan dunia. Di antara karya tulisnya yang terpenting antara lain : Logic der Forschung (logika penelitian) yang terbit tahun 1934. Buku ini baru diterbitkan dalam bahasa inggris pada tahun 1959 dengan judul The Logic of Scientific Discovery. Ketika di Selandia Baru Popper menulis The Phoproverty of Historicism dan The Open Society of Enemies yang diterbitkan dalam bentuk buku pada tahun 1957. Karya Popper dalam bentuk kumpulan karangan yaitu Conjectures and Refulation; The Growt of Scientific Knowledge (1963). Buku ini berisi tentang problematika pertumbuhan pengetahuan ilmiah dan metodologi yang menyertainya. Kemudian buku lain yang juga berisi kumpulan karangan yaitu Objectife Knowledge; An Evolutionary Approach terbit pada tahun 1972. Dalam buku ini dijabarkan pula teorinya tentang “Dunia 3”, dunia ojektif, yaitu dunia yang secara historis merupakan asal ilmu pengetahuan. 
Ada beberapa artikel yang ditulis antara tahun 1952-1960 yang tidak hanya meneganai filsafat ilmu tetapi juga tentang pengetahuan secara secara umum. Artikel–artikel tersebut dikumpulkan dan dijadikan satu buku yang berjudulConjectures and Refutations (1963). Buku ini membicarakan masalah-masalah filsafat dan sejarah ilmu fisika dan sejarah ilmu-ilmu social sampai kepada masalah-masalah sejarah dan politik. Pemikiran-pemikiran Karl Popper yang berkaitan dengan teori pengetahuan, filsafat ilmu, metafisika, dan filsafat sosial, diuraikan dalam bukunya, Popper Selections (1985) (479 halaman) yang di edit oleh David Miller. Dalam buku tersebut dibahas masalah rasionalime, problem induksi dan Demarkasi, metode ilmiah, falsifikasionalisme versus konvensionalisme, dasar-dasar empiric, tujuan pengetahuan, pertumbuhan pengetahuan ilmiah, pendekatan kepada kebenaran, kecendrungan dan kemungkinan, teori quantum, metafisika, realism, kosmologi dan perubahan, kebebasan manusia dan indeterminisme, prinsip rasionalitas, teori Marx tentang Negara, individualism dan kolektivisme, otonomi sosiologi, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan filsafat pengetahuan dan filsafat ilmu, terutama filsafat sosial.
  1. Metodologis Falsifikasionalisme
Kata falsifikasi berasal dari bahasa latin, yakni falsus (palsu, tidak benar) dan facere (membuat). Falsifikasi adalah cara memverifikasikan asumsi teoritis (hipotesis, teori) dengan menggunakan  pelawannya. Ini dilakukan dengan data yang diperoleh melalui eksperimen. Falsifikasi berlandaskan pada suatu postulat yang berbunyi bahwa proposisi teoritis tidak terbukti bila pendapat sebaliknya turun dari aneka pernyatan yang cocok satu sama lain, kendatipun pernyataan-pernyataan itu didasarkan pada observasi. Cara memverifikasikan asumsi teoritis (hipotesis, teori) dengan menggunakan pelawannya, ini dilakukan dengan membandingkan asumsi bersangkutan dengan data yang diperoleh melalui eksperimen, falsifikasi didasarkan pada postulat (dalil) logika formal, postulat itu berbunyi bahwa proposisi teoritis tidak terbukti bila pendapat sebaliknya turun dari aneka pernyataan yang cocok satu sama lain, kendatipun pernyataan-pernyataan yang digunakan itu didasarkan pada observasi.
Berdasarkan postulat logis ini Popper melawan prinsip verifikasi kaum neo-positivisme dengan prinsip falsifikasi, Popper menafsirkan prinsip falsifikasi bukan sebagai cara untuk menentukan komprehensibilitas dari suatu pernyataan ilmiah, tetapi sebagai suatu metode yang membedakan antara ilmiah dan tidak ilmiah, Popper menyatakan bahwa hanya pernyataan-pernyataan yang dapat dibuktikan dengan prinsip falsifikasi adalah ilmiah sedangkan yang tidak dapat dibuktikan dengan prinsip falsifikasi tidak ilmiah. Sedangkan dalam sains memfalsifikasi artinya memperlihatkan bahwa bukti yang mendukung sebuah pernyataan empiris tidak diverifikasi atau dikonfirmasi oleh metode ilmiah. Fungsi pengujian falsifikasi adalah untuk membuktikan kesalahan-kesalahan hipotesis tersebut.
Defenisi falsifikasi yang dikemukakan langsung oleh tokohnya yaitu Karl Raimund Popper mengatakan sebagai berikut “…the method of falsification presupposes no inductive inference, but only the tautological transformation of deductive logic whose validity is not dispute…” artinya metode falsifikasi, mensyaratkan tidak ada infrensi induktif, tetapinya hanya transformasi tautologi dari logika deduktif yang validitasnya tidak terbantahkan.
Makna isme, menurut kamus adalah suatu paham atau aliran. Jadi dari pengertian dapat diambil kesimpulan bahwa falsifikasionalisme adalah suatu faham atau metodologi yang ditempuh untuk membuktikan suatu kebenaran dengan prinsip falsifiabilitas (sebuah pernyataan yang dapat dibuktikan melalui kesalahan yang ada pada pernyataan tersebut).
Kebenaran merupakan kata kunci yang didalamnya terkandung intensitas pengetahuan manusia, sedangkan kata metode menunjuk kapada suatu cara untuk memperoleh pengetahuan, adapun masalah evidensi dan kepastian pengetahuan, banyak tergantung kepada sejauh mana intensitas hubungan antara subjek dengan objek untuk memperoleh kebenaran yang diinginkan. Oleh sebab itu, masalah perolehan pengetahuan menjadi aspek yang sangat mendasar dan aktual, sepanjang sejarah pemikiran kefilsafatan dan dunia keilmuan sampai sekarang. Sejarah telah melukiskan bahwa masalah perolehan pengetahuan menjadi problem actual yang melahirkan aliran Rasionalisme dan Empirisme yang pada gilirannya telah melahirkan aliran kritisisme sebagai alternative dan solusi terhadap pertikaian dua aliran besar tersebut. Positivisme dan Neo-positivisme merupakan representasi jawaban berikutnya terhadap problem-problem mendasar tersebut. Popper tampil di antara pertikaian tersebut dengan alirannya falsifikasionalisme yang bertumpu diatas landasan epistimologis Rasionalisme kritis dan Empirsme kritis.
Bagi Popper, kata Rasional identik dengan intelektual yang ada kaitannya dengan laku observasi, eksperimentasi, dan komparasi dalam langkah-langkah ilmiah, namun meletakkan kata ini dalam arti mengagungkan akal di atas pengamatan dan percobaan sehingga pengertiannya menjadi meletakkan tidak bertentangan dengan irrasionalisme, melainkan dipertentangkan dengan empirisme. Karena itu dalam arti luas, Rasionalisme dimaksukan mencakup didalamnya intelektualisme dan empirisme, dengan catatan empirisme di sini bukan untuk meneguhkan suatu teori, melainkan dalam rangka mengadakan refutasi atau falsifikasi pada suatu teori. Pemikiran Popper berdasarkan pada Rasionalisme kritis dan empirisme kritis yang dalam bentuk metodologinya disebut “Deduktif Falsifikatif” dengan realisasi metodologinya tentang problem solving. Metode yang demikian itu mengisyaratkan perhatian Popper akan pentingnya problem sebagi esensi substansial pengetahuan manusia, karena menurut pemikirannya ilmu dimulai oleh problem dan diakhiri dengan problem.
Menurut pemikiran Popper, kebenaran sebagai masalah pokok pengetahuan manusia adalah bukan milik manusia karena itu kewajiban manusia adalah mendekatinya dengan cara tertentu. Kata cara tertentu menunjukkan kepada ajaran Popper mengenai kebenaran dan sumber diperolehnya. Bagi Popper, ini merupakan ungkapan manusia terhadap objek melalui rasio dan pengalamannya, namun selalu bersifat tentative, artinya kebenaran selalu bersifat sementara yakni harus dihadapkan kepada suatu pengujian yang ketat dan gawat (crucial-test) dengan cara pengujian “trial and error” (proses penyisihan terhadap kesalahan atau kekeliruan) sehingga kebenaran selalu dibuktikan melalui jalur konjektur dan refutasi dengan tetap konsisten berdiri diatas landasan pemikiran Rasionalisme-kritis dan Empirisme kritis.
Pandangan Popper mengenai kebenaran yang demikian itu bukan berarti mengisyaratkan bahwa dirinya tergolong penganut relativisme, karena menurut pemikiranya relativisme sama sekali tidak mengetahui kebenaran sebagai milik dan tangkapan manusia sebagai objek. Popper mengakui bahwa manusia mampu menangkap dan menyimpan kebenaran sebagaimana yang diinginkannya serta menggunakannya, namun bagi manusia kebenaran selalu bersifat sementara karena harus selalu terbuka untuk dihadapkan dengan pengujian.

BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian pembahasan tentang falsifikasionalisme dapat disimpulkan:
    1. Karl Raimund Popper dilahirkan pada 28 Juli 1902 di Wina, beliaulah tokoh yang mencetuskan faham falsifikasionalisme. Ia merupakan seorang filosof ilmu alam dan ilmu sosial dari Austria. Dialah pengembang realisme methaphisik, realisme Popper berangkat dari positivisme logis, ia menolak system logika induktif, dan menggunakan logika deduktif dan tetap menggunakan teori probabilistic.
    2. Kata falsifikasi berasal dari bahasa latin, yakni falsus (palsu, tidak benar) dan facere (membuat). Falsifikasi adalah cara memverifikasikan asumsi teoritis (hipotesis, teori) dengan menggunakan  pelawannya.
    3. Popper menolak anggapan umum bahwa suatu teori dirumuskan dan dapat dibuktikan kebenarannya melalui verifikasi, sebagaimana yang dianut oleh kaum positivistic, teori-teori ilmiah selalu bersifat hipotesis (dugaan sementara), tak ada kebenaran terakhir, setiap teori selalu terbuka untuk digantikan oleh teori yang lebih tepat. Popper menyatakan bahwa hanya pernyataan-pernyataan yang dapat dibuktikan dengan prinsip falsifikasi adalah ilmiah sedangkan yang tidak dapat dibuktikan dengan prinsip falsifikasi tidak ilmiah. Prinsip verifiabilitas adalah suatu prinsip yang mengatakan suatu pernyataan dapat dikatakan benar atau ilmiah jika kebenarannya dapat dibuktikan tetapi bagi Popper justru sebaliknya, yaitu bahwa suatu statement dapat dikatakan ilmiah jika ia dapat difalsifikasi atau dibuktikan kesalahnnya.
DAFTAR PUSTAKA


Bagus Lorens,  Kamus Filsafat, Jakarta: PT Gramedia pustaka utama, 1996. 

Cony R. semiawan, Demensi Kreatif Dalam Filsafat Ilmu, Bandung: Remadja karya,1988

Drs. Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta: Bumi aksara, 2007





K. Bertens, Filsafat barat abad XX, Jakarta : PT. Gramedia, 1983. hlm. 67

Tim Penulis Rosda, Kamus Filsafat, Bandung: Rosda karya,1995

Tidak ada komentar:

Posting Komentar